
Kabupaten Bima, 5 Juli 2025 — Upacara Peringatan Hari Jadi Bima (HJB) ke-385 yang berlangsung khidmat di halaman Kantor Bupati Bima turut dihadiri oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), yang bertindak langsung sebagai Inspektur Upacara. Kehadiran orang nomor satu di Provinsi NTB tersebut disambut antusias oleh jajaran pemerintah daerah.
Wakil Bupati Bima, dr. H. Irfan, dalam pernyataannya bahwa kehadiran Gubernur sebagai inspektur upacara adalah bentuk kehormatan besar bagi masyarakat Bima. “Ini suatu penghargaan dan kehormatan bagi kita semua. Gubernur hadir langsung memimpin upacara HJB ke-385,” ujarnya di sela-sela acara.
Namun, pernyataan tersebut justru menjadi kontroversi dan memicu tanggapan kritis dari kalangan budayawan Bima. Salah satunya datang dari Akhmad, budayawan dan pengamat sosial budaya lokal.
Menurut Akhmad, pemaknaan “kehormatan” dalam konteks budaya seharusnya tidak sekadar dilihat dari siapa yang hadir atau memimpin upacara, tetapi lebih kepada kehadiran simbolik pemimpin daerah sebagai representasi nilai budaya lokal.
“Kehormatan budaya itu lahir dari identitas masyarakat sendiri, bukan dari seremonial atau siapa yang datang dari luar. Dalam konteks Hari Jadi Bima, pemimpin daerah seperti Bupati seharusnya hadir dan memimpin langsung upacara sebagai simbol keberlanjutan budaya dan kebanggaan masyarakat,” tegas Akhmad.
Ia menambahkan, HJB adalah momentum sakral yang mencerminkan sejarah panjang perjuangan dan adat istiadat Dana Mbojo. Bupati Bima tidak sebagai inspektur upacara dinilai mencederai makna filosofis dan spiritual dari peringatan itu sendiri.
“Ketidaktampilan pemimpin lokal Dalam Hal ini Bupati Bima justru menjadi ironi. Ini bukan sekadar urusan protokoler, ini soal bagaimana pemimpin menunjukkan bahwa dia bagian dari denyut nadi budaya masyarakatnya,” tambahnya.
Kontroversi ini memunculkan diskusi hangat di tengah masyarakat, terutama di kalangan pecinta dan pelestari budaya Bima. Banyak yang berharap ke depan, momen-momen bersejarah seperti HJB dapat lebih dimaknai secara mendalam dan melibatkan pemimpin daerah sebagai simbol hidup budaya dan identitas masyarakat Bima.(Red)