
Kabupaten Bima, NTB — Menjelang pelantikan pejabat di lingkungan pemerintahan daerah, suara dari barisan relawan mulai menguat. Mereka yang setia mendampingi perjuangan dari awal, kini menyampaikan pesan tegas: prioritaskan yang berjuang, bukan mereka yang pernah menikam dari belakang.
Pernyataan ini disampaikan seiring dengan mencuatnya isu bahwa beberapa sosok yang dulunya secara terang-terangan berada di barisan lawan, kini tengah “merapat” dan bahkan disebut-sebut akan diberi posisi strategis.
“Kami ini bukan penjilat kemenangan. Kami berdiri saat beliau belum siapa-siapa. Kalau sekarang yang dulu mencibir dan bahkan menjatuhkan justru disambut hangat, lalu ke mana perginya nilai perjuangan?” ujar salah satu relawan senior.
Pernyataan lebih keras datang dari seorang koordinator lapangan yang selama ini aktif dalam gerakan akar rumput.
“Ini bukan soal balas dendam. Tapi publik masih ingat siapa yang dulu melukai gerakan ini. Kalau mereka justru diberi tempat, Ady Irfan sedang menggali lubang sendiri,” ucapnya dengan nada tegas.
Tak hanya dari relawan internal, suara serupa datang dari tokoh masyarakat yang menilai bahwa loyalitas seharusnya menjadi dasar dalam menata awal kekuasaan.
“Pemimpin yang baik tahu siapa yang tetap berdiri bersamanya saat badai. Kalau yang dulu lari malah diangkat, itu bukan pemimpin, itu oportunis,” ujar Dae Ompu Palibelo, tokoh masyarakat Desa Palibelo.
Berdasarkan penelusuran media ini, sejumlah nama yang kini disebut-sebut akan berada di lingkaran dalam kekuasaan Ady Irfan justru merupakan figur yang dulunya mendukung rival politiknya secara aktif—bahkan terlibat dalam propaganda kontra.
Catatan Redaksi:
Sejarah mencatat, banyak pemimpin tumbang bukan karena serangan lawan, melainkan karena memelihara pengkhianat di dalam. Ady Irfan tentu tidak ingin mengawali langkahnya dengan menampar wajah orang-orang yang telah bersamanya sejak awal. Masyarakat menunggu, apakah ia akan teguh pada barisan atau tergoda oleh kepentingan sesaat.