Pelaku Industri Sawit Pertanyakan Dasar Penetapan 436 Kebun Sawit di Dalam Kawasan Hutan

JAKARTA — Pemangku kepentingan industri sawit buka suara soal status 436 perusahaan perkebunan sawit yang terindikasi memiliki kebun tanpa izin dalam kawasan hutan sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 36/2025.

Dalam SK tersebut, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menetapkan daftar perusahaan sawit sebagai subjek hukum dengan perkebunan yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan.

Keputusan tersebut menyebutkan bahwa area perkebunan seluas 790.474 hektare (ha) yang terindikasi berada di dalam kawasan hutan dinyatakan sedang dalam proses penyelesaian karena telah memenuhi kriteria Pasal 110A Undang-Undang Cipta Kerja.

Namun, terdapat area seluas 317.253 ha yang dinyatakan ditolak permohonan penyelesaiannya karena tidak memenuhi kriteria Pasal 110A UUCK. Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia Kacuk Sumarto mengemukakan SK tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk menentukan apakah perkebunan kelapa sawit beroperasi di dalam kawasan hutan.

Dia memberi catatan soal deretan perusahaan sawit dalam daftar yang telah memenuhi alas legalitas lahan yang sah berupa hak guna usaha (HGU) oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN).

“Ada kebun yang HGU-nya sudah perpanjangan, tapi masuk dalam daftar SK tersebut. Mestinya, SK yang bersifat penunjukan tidak bisa dijadikan dasar penetapan kawasan hutan. Harus ada proses verifikasi lapangan, pengukuran dan lain-lain,” kata Kacuk di sela-sela Konferensi Internasional RSI di Medan, Rabu (19/2/2025).

Mengutip Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya pasal 15, Kacuk mengatakan penunjukan kawasan hutan merupakan awal dari proses penetapan kawasan hutan. Setidaknya terdapat tiga tahap lainnya hingga status di dalam kawasan hutan disematkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *