
Penulis : Che G Ramdhani, Aktivis UMB Bima NTB .
Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) sejatinya lahir sebagai instrumen pembangunan ekonomi desa. Dana yang dikelola bukan sekadar uang kas, melainkan modal kolektif masyarakat desa untuk dikelola, dikembangkan, dan menghasilkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan warga.
Namun, belakangan muncul praktik yang menuai tanda tanya: dana Bumdes digunakan untuk membayar gadai tanah. Pertanyaannya, apakah hal tersebut bisa dibenarkan?
1. Landasan Aturan
Secara aturan, dana Bumdes harus dipergunakan sesuai peruntukan. Prioritasnya jelas: usaha produktif, penguatan ekonomi desa, hingga program strategis nasional seperti ketahanan pangan. Artinya, setiap penggunaan dana harus memiliki nilai manfaat ekonomi dan sosial yang kembali ke masyarakat.
Mengalihkan dana untuk membayar gadai tanah jelas tidak ada dalam koridor regulasi. Gadai tanah adalah urusan privat antara individu dengan individu atau lembaga, bukan urusan kelembagaan desa. Apalagi jika dana yang dipakai adalah milik publik, maka berpotensi menyalahi aturan pengelolaan keuangan desa.
2. Risiko dan Dampak
Penggunaan dana Bumdes untuk gadai tanah membuka celah penyalahgunaan. Pertama, manfaatnya tidak langsung dirasakan oleh masyarakat luas, melainkan hanya pihak tertentu. Kedua, dana publik menjadi rentan hilang karena masuk pada transaksi yang sifatnya spekulatif dan rawan konflik. Ketiga, program prioritas yang seharusnya berjalan (misalnya ketahanan pangan) bisa terbengkalai.
Jika dibiarkan, hal ini akan menimbulkan ketidakpercayaan warga terhadap pengurus desa maupun Bumdes itu sendiri.
3. Perspektif Masyarakat
Bagi warga desa, dana Bumdes adalah harapan. Uang itu ibarat “tabungan bersama” yang seharusnya dipakai untuk usaha produktif: membuka lapangan kerja, memperkuat pangan, mengelola pertanian, atau usaha lain yang bisa mendatangkan keuntungan jangka panjang. Maka wajar jika masyarakat mempertanyakan manfaat ketika dana justru dipakai untuk melunasi gadai tanah.
4. Jalan Keluar
Solusi dari persoalan ini ada dua:
Transparansi: Pengurus Bumdes wajib terbuka dalam penggunaan dana agar publik tahu ke mana uang desa mengalir.
Evaluasi: Pemerintah desa dan DPMDes harus segera turun tangan melakukan audit, mengevaluasi pengurus, bahkan mengganti jika terbukti menyalahgunakan kewenangan.
Kesimpulan
Dana Bumdes tidak bisa dan tidak boleh dipakai untuk membayar gadai tanah. Penggunaan semacam itu melenceng dari aturan, minim manfaat bagi masyarakat, dan berpotensi merugikan desa. Jika benar terjadi, publik wajar geram, dan pemerintah wajib menindak tegas.
Bumdes harus kembali ke rel awal: menjadi motor penggerak ekonomi desa, bukan sekadar “mesin kas” untuk menutup urusan pribadi atau kelompok.