Mi6 Bakal Ajukan Zul-Rohmi Sebagai Nominasi Peraih Hadiah Nobel

 

MATARAM-Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 bakal mengajukan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB Periode 2018-2023, Dr. H Zulkieflimansyah-Hj Sitti Rohmi Djalilah sebagai nominasi peraih Nobel Perdamaian.

Sebuah kolaborasi kini sedang dinisiasi Mi6 bersama dengan anggota DPR RI, sejumlah Guru Besar, dan mitra Lembaga Swadaya Masyarakat internasional di Indonesia, sebagai jalur pencalonan resmi untuk nominasi peraih Nobel.

”Komite Nobel membuka kesempatan pengajuan nominasi hingga 31 Januari setiap tahun. Sebuah kolaborasi kini sedang dinisiasi untuk menyiapkan Dokumen Nominasi, sehingga dapat diajukan sebelum tenggat pada 31 Januari tahun depan. Kami sependapat dengan khalayak, duet kepemimpinan Doktor Zul dan Ummi Rohmi, adalah cahaya dari pelosok Indonesia kepada dunia,” kata Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto, di Mataram, Senin (9/6/2025).

Aktivis senior Bumi Gora yang karib disapa Didu ini mengungkapkan, pasangan Zul-Rohmi memimpin NTB periode 2018–2023 dengan komitmen yang teguh terhadap nilai-nilai demokrasi, pembangunan perdamaian, dan kemanusiaan.

Di wilayah yang ditandai oleh keberagaman sosial dan kerentanan historis terhadap konflik seperti NTB, Zul-Rohmi kata Didu, memimpin dengan empati, integritas, dan dedikasi yang kuat terhadap pemerintahan yang inklusif, terbuka bagi semua.

Didu menegaskan, upaya nyata Zul-Rohmi dalam membina kerukunan antaragama, menyelesaikan pertikaian lokal melalui dialog, dan menanggapi krisis kemanusiaan dengan belas kasih, jelas-jelas adalah contoh kepemimpinan perdamaian yang ingin dihormati oleh Hadiah Nobel Perdamaian.

“Mengajukan pasangan Zul-Rohmi sebagai nominasi peraih Hadiah Nobel Perdamaian sepenuhnya karena pasangan ini memenuhi kriteria substansial dan didasari keyakinan bahwa warisan kepemimpinanya akan terus menginspirasi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga sebagai model kepemimpinan moral dan demokratis di belahan bumi selatan,” ucap Didu.

Didu kemudian membeberkan bagaimana kepemimpinan demokratis dan inklusif Zul-Rohmi di daerah multikultur seperti NTB. Zul-Rohmi kata Didu, memahami sepenuhnya, betapa NTB adalah provinsi yang kompleks secara etnis dan agama. Itu sebabnya, Zul-Rohmi memilih kepemimpinan dengan pendekatan inklusif dan dialogis.

Hasilnya, Zul-Rohmi aktif menciptakan ruang-ruang partisipasi publik melalui musyawarah warga, pelibatan Ormas, dan forum masyarakat adat. Hal itu menunjukkan bagaimana Zul-Rohmi menjaga iklim demokrasi NTB yang sehat di tengah tantangan politik identitas dan potensi ketegangan horizontal.

”Publik NTB tahu, sebagai kepala daerah, Zul-Rohmi dikenal karena komitmennya membuka ruang-ruang demokrasi yang hidup, menghormati perbedaan pendapat, dan tidak pernah mematikan kritik,” tandas Didu.

Lima tahun memimpin NTB, Zul-Rohmi juga kata Didu, menerapkan kepemimpinan berbasis hati dan aksi kemanusiaan. Didu memberi contoh banyaknya inisiatif kemanusiaan saat bencana gempa dahsyat melanda NTB pada 2018. Zul-Rohmi berada di garis depan pemulihan pascabencana, dan memberikan dukungan terhadap masyarakat miskin dan marginal.

Kepemimpinan Zul-Rohmi yang mengedepankan empati juga terlihat dalam berbagai kebijakan yang terkait dengan penanganan pengungsi, bantuan pendidikan, pemberdayaan UMKM, dan akses kesehatan.

”Zul-Rohmi lebih dari sekadar administrator. Keduanya adalah pemimpin yang hadir langsung di tengah rakyatnya ketika krisis datang,” kata Didu.

Eksekutif Daerah Walhi NTB dua periode ini juga menjelaskan bagaimana Zul-Rohmi menjembatani perbedaan dan mendorong rekonsiliasi sosial di NTB. Sejarah mencatat, bagaimana keduanya beberapa kali berhasil meredam konflik sosial dengan pendekatan humanis dan damai. Zul-Rohmi juga mendorong kerukunan antarumat beragama melalui dialog lintas iman, pendidikan toleransi, dan program budaya.

Di sisi lain, Zul-Rohmi adalah pemimpin daerah dengan pandangan global. Dr. Zul misalnya, memiliki latar belakang pendidikan internasional dengan meraih gelar Ph.D. dari University of Strathclyde, UK, namun memilih mengabdi di daerah. Itu mengapa, selama kepemimpinannya, Zul-Rohmi berupaya menghubungkan NTB dengan dunia luar. Antara lain dengan menjalin kerja sama internasional untuk pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.

Selama memimpin NTB, kata Didu melanjutkan, pasangan Zul-Rohmi juga memiliki kredibilitas moral dan keteladanan pribadi. Gaya kepemimpinan keduanya sangat bersahaja, tidak elitis, dan dekat dengan rakyat. Keduanya juga dikenal tidak anti-kritik, dan tetap memegang prinsip meski menghadapi tekanan politik.

“Kemimpinan Zul-Rohmi memiliki dampak berkelanjutan. Banyak inisiatif keduanya tetap berjalan bahkan setelah masa jabatannya berakhir. Meninggalkan warisan sosial berupa budaya damai, toleransi, dan penguatan masyarakat sipil,” kata Didu.

Karena itu, Didu menegaskan, langkah mengajukan pasangan Zul-Rohmi sebagai nominasi peraih Nobel Perdamaian, bukanlah sebuah sensasi. Namun, benar-benar dilandasi keyakinan bagaimana kepemimpinan keduanya memenuhi kreteria substansial Komite Nobel.

Didu pun menjelaskan, banyak yang tidak tahu, bahwa Komite Nobel juga membuka ruang pengajuan nominasi bagi tokoh-tokoh lokal di tingkat provinsi, bahkan di tingkat kabupaten. Didu memberi contoh, pengajuan tokoh-tokoh berpengaruh di tingkat daerah dan dinominasikan ke Komite Nobel, sehingga turut menjadi inspirasi lahirnya inisiasi bersama untuk menominasikan pasangan Zul-Rohmi.

Tokoh pertama yang disebut Didu adalah Abdon Nababan. Dia adalah tokoh adat dari Tapanuli, Provinsi Sumatera Utara. Pernah masuk nominasi Nobel Perdamaian tahun 2017 karena perjuangannya atas hak masyarakat adat.

Didu juga menyebut Tri Mumpuni Wiyatno, tokoh perempuan dari Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan. Dinominasikan untuk Nobel Ekonomi atau Perdamaian, mengingat dedikasi luar biasanya mengembangkan listrik mikrohidro di desa-desa terpencil.

Dan nama terakhir yang disebut Didu adalah Maria Ressa, jurnalis asal Filipina. Maria bukanlah tokoh nasional. Tapi kerja-kerja jurnalisnya di tingkat daerah yang terkait kebebasan pers di negaranya, pada akhirnya membuka mata dunia. Maria kemudian dianugerahi Nobel Perdamaian pada tahun 2021.

”Jadi, bukan asal tokoh yang menentukan layaknya ia dinominasikan untuk Nobel. Tapi keberanian, ketulusan, dan dampaknya bagi umat manusia. Zul-Rohmi merawat perbedaan, menolak kekerasan, dan merangkul semua. Sejatinya Zul-Rohmi telah mengukir makna Nobel di tanah tempat keduanya dilahirkan,” tandas Didu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *