Mangrove Center Graha Indah Balikpapan, Kalimantan Timur, bukan sekadar tempat penangkaran mangrove biasa.
Lebih dari itu, tempat yang dirintis sejak 2001 ini telah mewujud menjadi pusat edukasi, penelitian, dan aksi nyata dalam upaya penyelamatan ekosistem pesisir.
Dengan peran strategisnya, Mangrove Center turut berkontribusi merealisasikan visi Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai Smart Forest City. Pasalnya, pesisir Balikpapan merupakan jalur utama logistik material konstruksi yang diangkut menuju IKN.
Perintis sekaligus Pengelola Mangrove Center Graha Indah Agus Bei mengungkapkan, kendati hingga hari ini belum sekalipun pihak Otorita IKN mengajaknya bekerja sama membangun ekosistem pesisir dengan mangrove, namun upaya pelestarian terus dilakukan.
“Tak pernah henti saya berupaya melestarikan lingkungan dan ekosistem pesisir Balikpapan dengan mangrove. Bahkan, saya telah banyak menciptakan metode-metode baru penanaman mangrove,” ungkap Agus menjawab Kompas.com, Selasa (19/2/2025).
Hal ini karena tidak semua lahan pesisir cocok untuk metode penanaman mangrove yang umum.
Agus melakukan observasi yang cermat terhadap kondisi substrat, gelombang, dan faktor lingkungan lainnya sebelum menentukan metode yang tepat.
Langkah ini penting untuk memastikan mangrove yang ditanam dapat tumbuh dan bertahan hidup dengan baik.
“Kita harus pahami, mangrove ini sejatinya adalah tumbuhan yang hidupnya bergantung pada pasang dan surut. Akan tetapi, air pasang dan surut tersebut tidak semua lahan bisa menerima,” jelas Agus.
Mangrove Center seluas 150 hektar ini memiliki berbagai jenis mangrove yang ditanam, disesuaikan dengan kondisi lahan dan cuaca.
Agus juga berinovasi dengan menanam jenis Rhizophora sebagai perangkap sedimen, yang kemudian akan diikuti oleh jenis-jenis mangrove lainnya secara alami.
“Secara alamiah seperti itu. Akan tetapi, ketika ini sudah mulai rusak, tentu harus punya inovasi kenapa saya tanam adalah Rhizophora, punya alasan,” jelas Agus.
Inovasi untuk lahan yang Terabrasi
Mangrove Center tidak hanya fokus pada penanaman di habitat asli mangrove, tetapi juga berupaya merehabilitasi wilayah pesisir yang telah terabrasi.
Agus mengembangkan metode inovatif, seperti penggunaan brick water, buis pot, dan kantong lumpur, untuk menciptakan kondisi yang aman bagi pertumbuhan mangrove di lahan-lahan yang sulit.
“Ketika pesisirnya hilang, satu hal yang dipikirkan adalah membuat seawall. Tapi membuat seawall kan tidak mudah, mahal sekali,” imbuh Agus.
Oleh karena itu, kehadiran Mangrove Center berkontribusi signifikan dalam upaya memitigasi perubahan iklim.
Melalui penelitian dan praktik, Agus menghitung bahwa satu hektar mangrove dapat menyerap hingga 45 ton karbon per tahun. Dengan total luas 150 hektar, Mangrove Center telah berkontribusi dalam penyerapan 6.000 ton karbon.
“Inilah sumbangsih kami kepada dunia,” kata Agus.
Terbuka untuk kerja sama
Mangrove Center terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Otorita IKN.
Agus menyadari, Balikpapan sebagai penyangga IKN memiliki potensi besar dalam pengembangan ekowisata mangrove.
“Saya aware sekali dan terbuka, meski selama ini saya belum pernah ada diundang untuk diskusi tentang itu,” ungkap Agus.
Agus menekankan, Mangrove Center tidak hanya menanam mangrove, tetapi juga merawatnya dengan sungguh-sungguh.
Dia memiliki komitmen untuk memastikan mangrove yang ditanam dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
“Menanam mangrove itu pasti semua orang bisa, tetapi untuk bisa bertahan hidup, itu yang harus kita sepakati bersama-sama,” pungkas Agus.