
Kabupaten Bima, 11 Juli 2025 — Sikap plin-plan dan inkonsistensi sejumlah tokoh politik maupun kelompok tertentu kembali menuai sorotan publik. Dulu memilih bungkam dan diam seribu bahasa di tengah berbagai persoalan rakyat, kini justru tampil vokal bak burung beo yang terus berkicau — seolah minta sesuap nasi dan panggung politik. Fenomena ini dinilai banyak pihak sebagai bentuk kemunafikan sikap yang baru lantang bersuara ketika angin politik mulai berubah arah. Padahal, saat rakyat tercekik oleh kebijakan yang tidak pro terhadap kepentingan umum, mereka memilih diam, bahkan cenderung membenarkan setiap langkah penguasa. “Ini bukan soal keberanian bersuara, tapi soal kejujuran dalam bersikap. Jangan sampai hanya karena tak lagi mendapat bagian, baru mulai berkoar-koar,” ujar Che G Ramdhani seorang aktivis mahasiswa muhammadiah Kota Bima. Ia menilai, suara lantang hari ini lebih mirip ratapan lapar akan perhatian dan kekuasaan daripada bentuk perjuangan tulus. Publik pun diimbau untuk tidak mudah terbawa euforia kritik kosong yang justru muncul dari mereka yang sebelumnya turut menikmati kenyamanan dalam diam. Masyarakat kini semakin cerdas menilai siapa yang benar-benar berpihak dan siapa yang hanya mengejar panggung. Di era keterbukaan informasi ini, riwayat keberpihakan bukan lagi bisa disembunyikan — sejarah mencatat siapa yang bersuara sejak awal, dan siapa yang hanya menumpang gelombang saat badai mulai datang.(Dhani).