Nasional –Pernah berdiri tegap di garis depan, menjaga kedaulatan negara di medan-medan tempur seperti Timor Timur dan Irian Barat, kini Mustari Karaeng Baso, mantan anggota pasukan elit RPKAD (kini Kopassus), harus menjalani hidup di usia senja dengan penuh keterbatasan. Di sebuah ruangan sempit milik kerabatnya, H. Jalling, di Dusun Kunjung Mange, Desa Kaluku, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto, pria sepuh itu menghabiskan hari-harinya dalam kesunyian.
Mustari bukan prajurit biasa.Ia adalah Serma (Purnawirawan) TNI yang pernah merasakan langsung kerasnya medan operasi militer di era Presiden Soeharto. Bahkan, ia menyebut sempat berada di bawah komando langsung Prabowo Subianto saat bertugas di satuan RPKAD/Kopassus.
“Dulu Kopassus. Memang di bawah komando Prabowo. Saya lama dipimpin oleh Soeharto. Tapi bila belum diperintah apa-apa, saya melakukan saja tugas saya,” kenangnya.
Namun, nasib tak sejalan dengan pengabdiannya. Setelah puluhan tahun berdinas dan mengabdi, hidup Mustari berubah drastis. Ia mengaku pernah kehilangan uang sebesar Rp100 juta—hasil jerih payahnya—yang diambil oleh anak kandungnya sendiri. Setelah itu, ia ditinggalkan oleh istri dan anaknya, hingga harus hidup berpindah-pindah tanpa arah yang jelas.
“Waktu itu saya tinggal mengontrak di Bulukumba. Tapi setelah kejadian itu, saya ditinggal begitu saja. Saya sempat hidup di Bantaeng, lalu ke Makassar dan tidur di Terminal Malengkeri selama seminggu, hanya bawa ransel,”* ujarnya.
Kini, sudah dua tahun terakhir Mustari tinggal di rumah kerabatnya, menggantungkan hidup dari belas kasih mereka. Meskipun secara materi jauh dari kata cukup, Mustari tetap menyimpan rasa bangganya sebagai prajurit. Ia masih menyimpan **jaket loreng Kopassus** yang menurutnya adalah simbol kehormatan.
Dapat Konfirmasi dari Aparat
Kondisi Mustari mendapat perhatian dari aparat setempat. **Batituud Koramil 05 Batang, Pelda Alimuddin**, membenarkan status Mustari sebagai purnawirawan TNI AD yang dulunya tergabung dalam Grup 1 Kopassus Cijantung, dan pensiun terakhir di Kodim 1411/Bulukumba pada tahun 1992.
“Beliau ini bukan orang sembarangan. Dulu masuk di satuan elit, RPKAD. Sudah kami verifikasi juga lewat data di administrasi,”* kata Alimuddin.
Hal senada disampaikan *Kapolsek Batang, Iptu Purwanto**, yang memastikan pihaknya telah melakukan pendampingan secara kemanusiaan, meskipun belum ada intervensi formal dari lembaga terkait.
“Setelah kami koordinasi, benar Pak Mustari adalah purnawirawan TNI. Kami awasi dan pantau kondisinya sebagai bentuk kemanusiaan,”* jelasnya.
Ironi dan Refleksi
Kisah Mustari Karaeng Baso menyentuh nurani banyak pihak. Seorang prajurit yang pernah mengorbankan kenyamanan demi merah putih, kini menghadapi usia tua dalam keterasingan. Ia adalah potret nyata bagaimana para pejuang di masa lalu tak selamanya mendapat penghargaan yang layak di masa pensiun.
Di tengah modernisasi dan gemerlap kehidupan hari ini, kisah Mustari adalah pengingat bahwa para pahlawan—baik yang dikenang maupun yang terlupakan—tetap berhak mendapatkan tempat terhormat di tengah masyarakat.
Catatan Redaksi:
Cerita ini bukan sekadar kisah pribadi, tapi refleksi kolektif tentang bagaimana bangsa ini memperlakukan para mantan pejuangnya. Mari berharap akan ada tangan-tangan baik yang hadir, agar masa tua Mustari tak terus diliputi sepi dan luka.
